![]() |
Aktivitas pemungut limbah batubara [photo : adieb] |
Aktivitas
penambangan batubara di daerah hulu Sungai Bengkulu sudah berdampak buruk
terhadap lingkungan, yang bisa membahayakan keselamatan biota sungai dan laut.
Yang lebih buruk lagi adalah ancaman terhadap kualitas air bersih yang
dikonsumsi masyarakat.
Timbunan
limbah batu bara yang merupakan bekas pencucian dari lokasi eksploitasi tambang
di sekitar kawasan Bukit Sunur mengakibatkan sungai Bengkulu tercemar. Limbah
batu bara bisa ditemukan di sepanjang Sungai Bengkulu.
Walaupun
permasalahan limbah batubara sangat berdampak buruk terhadap lingkungan, tapi
perlu bagi kita untuk membuka mata dan menerima kenyataan, bahwa banyak
saudara-saudara kita, banyak masyarakat kita, yang menggantung hidupnya dengan
jalan memungut limbah batubara demi membayar biaya sekolah anak-anak mereka dan
demi memenuhi sandang mereka.
Pak
Nurman sekeluarga misalnya, melaut bukan lagi menjadi pilihannya, kesehariannya
sekarang berprofesi sebagai pemungut batubara yang sudah ia lakoni beberapa
tahun terakhir. “Dulu saya dan keluarga menggantungkan nasib dari melaut, tapi sekarang
saya lebih memilih memungut batubara karena penghasilannya cukup lumayan
dibandingkan dengan melaut,” jelas Nurman ketika ditanya soal pekerjaan tetap.
Lain
halnya dengan Ibu Eny, berdasarkan keterangan dari sesama pengumpul batubara,
Ibu Eny adalah orang yang menampung dan membeli batubara mereka pungut terus dijual
ke pabrik-pabrik di Jakarta, Bandung, Palembang dan Lampung.
“Setiap
hari teman-teman pencari limbah batubara itu bisa mendapatkan lima sampai
sepuluh karung ukuran 50 Kg, setiap karung dijual kepada kami dengan harga
kisaran Rp.10ribu sampai Rp15ribu per karungnya,” ungkap Ibu Eny.
Dengan
adanya limbah batubara tersebut, maka penghasilan para nelayan di kawasan
pesisir pantai Bengkulu terutama di seputaran wilayah Pasar Bengkulu cukup
lumayan, sedangkan pangsa pasarnya cukup menggiurkan karena banyak pedagang
pengumpul membeli batubara.
"Kami
mohon kepada pemerintah daerah agar bisa memberikan izin khusus bagi warga
pencari limbah batubara tersebut, agar aman dari gangguan calo dan kami pun bisa
membayar retribusi," sambung Ibu Eny
Tapi,
keselamatan lingkungan haruslah menjadi prioritas bagi kita semua. Pencemaran
limbah batubara itu hendaknya cepat diatasi, karena bisa mengganggu kehidupan
biota laut termasuk ikan dan udang. Sekarang memang belum terasa dampak dari pencemaran batubara
tersebut, karena belum ada ikan mati atau biota jenis lainnya seperti udang dan
kepiting, namun antisipasinya seharusnya sudah disiapkan instansi terkait.
Majalah “Kotaku”
menyempatkan diri melihat secara langsung aktivitas memungut limbah batubara.
Dan ternyata, untuk mengumpulkan batubara tersebut harus mengambil risiko
terbawa arus air laut atau sungai dan kemungkinan besar bisa terjangkit penyakit
kulit akibat zat asam dari batu bara. Dan yang lebih memprihatinkan, anak-anak
usia sekolah juga ikut membantu orang tua mereka untuk memungut tersebut.
cukup menarik tulisannya
ReplyDelete